|
Dermawisata J Baen, M.Th |
”Tenanglah, hai jiwaku, pohon-pohon sedang berdoa, aku
berbisik kepada pohon itu, ceritakanlah tentang Allah, lalu pohon itu berbunga”
Ini adalah kutifan dari salah satu tulisan Mahatma Gandhi yang terkenal
itu. Menurut Gandhi keteduhan hati sangat diperlukan oleh jiwa yang mencari
hubungan dengan Tuhan. Itu sebabnya kicauan burung, gesekan daun bambu dan
gemercik air yang menetes terasa menyenangkan di telinga dan hati kita.
Sebaliknya klakson mobil, teriakan histeris dan alat musik band yang nyaring
menimbulkan suasana tegang dan perilaku yang agresif. Bunyi yang terlalu
nyaring adalah berbahaya, sebab bunyi itu dapat menggangu ketentraman jiwa yang
normal. Ukuran untuk menggolongkan jenis bunyi dan suara disebut decibel. Bunyi
dan suara yang berada di bawah 60 decibel termasuk normal, sebagai contoh;
bunyi daun yang ditiup angin, percakapan biasa atau suara dari lemari es.
Sedangkan golongan bunyi dan suara yang termasuk berbahaya, yakni 60 – 130 decibel, seperti suara blender,
guntur yang keras, speaker dan sound sistem gereja yang terlalu keras , serta
alat band yang memekakkan telinga. Pada
hakikatnya semua makhluk menyukai suasana yang tenang dan teduh, sebab
ketenangan memberi rasa aman dan nyaman. Sedangkan suasana gaduh orang mudah
gugup. Sedangkan suara bising dan hiruk
pikuk menyulitkan orang berpikir dengan jernih.
Tuhan pun tidak mau dijumpai manusia
dalam suasana gegap gempita. Itu sebabnya ketika Nabi Elia disuruh Tuhan
menemui-Nya, mula-mula Elia mencari Tuhan di tengah ”angin badai yang membelah
gunung dan memecahkan bukit batu” Tetapi Tuhan tidak ada di sana. Elia kemudian
mencari Tuhan di dalam gempa, tetapi Tuhan tidak ada. Lalu Elia mencari Tuhan
di dalam api, di situ pun tidak ada
Tuhan. Kemudian, ”datanglah bunyi angin
sepoi-sepoi basa”, ternyata di situlah Tuhan ( I Raja-Raja 19 : 9-18). Itu berarti bahwa Tuhan dapat dijumpai oleh
hati manusia yang tenang dan teduh dalam suasana yang hening dan halus. Pemazmur juga telah mencari Tuhan dan Tuhan
datang menemui pemazmur bukan dalam suasana gegap gempita. Tuhan datang menemui
pemazmur tatkala hidupnya merana dalam keterasingan. Ia ingin menyampaikan
perkataan Tuhan melalui mazmurnya di
hadapan raja dengan berpura-pura tidak waras pikirannya, tetapi Abimelekh
mengusirnya pergi dari istana. Lalu
dalam kesunyiannya pemazmur berkata, ”Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab
aku dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” (Mazmur 34:5 ).
Kita beribadah untuk ”bertatap muka” dengan Tuhan dan mendengar suara-Nya.
Tetapi kita sulit mendengar suara bisikan Tuhan,
kalau kita ribut berbicara sendiri.
Seringkali juga tidak disadari kebaktian
terlalu dipadati dengan bunyi dan suara. Hampir tidak ada saat untuk hening.
Kadang pemandu lagu dalam ibadah bernyanyi bak seorang artis yang sedang show,
sehingga suara nyanyian jemaat hilang tak terdengar. Kadang alat musik terlalu nyaring dan bising hingga
kekusukan ibadah menjadi kabur dan kosentrasi menjadi buyar. Bagaimana agar
jiwa kita bertemu dengan kuasa Tuhan? Maka carilah Tuhan dalam keheningan dan
ketenangan. Rasul Petrus berkata dalam ( I Petrus 4 : 7b ), ”Karena itu
kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa”.
BILA ANDA MERASA TERBERKATI DENGAN
TULISAN INI, BERI KOMENTAR DAN KATAKAN AMIN...
( Pdt. Dermawisata J. Baen, M.Th )
Artikel Terkait: