Ayoo Berpartisipasi

berpartisipasi menyampaikan artikel / tulisan atau menjadi kontributor Konten di blog ini?
Kirimkan artikel/konten/tulisan anda ke bphgkebuntok@yahoo.co.id
lewat yahoo atau Gmail

Baca : Cara Kirim Artikel
Privasi email yang anda kirimkan 100% dilindungi oleh BPH MJGKE Buntok

Mencari Tuhan? Bagaimana caranya?



Dermawisata J Baen, M.Th
”Tenanglah, hai jiwaku, pohon-pohon sedang berdoa, aku berbisik kepada pohon itu, ceritakanlah tentang Allah, lalu pohon itu berbunga”   
Ini adalah kutifan dari salah satu tulisan Mahatma Gandhi yang terkenal itu. Menurut Gandhi keteduhan hati sangat diperlukan oleh jiwa yang mencari hubungan dengan Tuhan. Itu sebabnya kicauan burung, gesekan daun bambu dan gemercik air yang menetes terasa menyenangkan di telinga dan hati kita. Sebaliknya klakson mobil, teriakan histeris dan alat musik band yang nyaring menimbulkan suasana tegang dan perilaku yang agresif. Bunyi yang terlalu nyaring adalah berbahaya, sebab bunyi itu dapat menggangu ketentraman jiwa yang normal. Ukuran untuk menggolongkan jenis bunyi dan suara disebut decibel. Bunyi dan suara yang berada di bawah 60 decibel termasuk normal, sebagai contoh; bunyi daun yang ditiup angin, percakapan biasa atau suara dari lemari es. Sedangkan golongan bunyi dan suara yang termasuk berbahaya, yakni  60 – 130 decibel, seperti suara blender, guntur yang keras, speaker dan sound sistem gereja yang terlalu keras , serta alat band yang memekakkan telinga.  Pada hakikatnya semua makhluk menyukai suasana yang tenang dan teduh, sebab ketenangan memberi rasa aman dan nyaman. Sedangkan suasana gaduh orang mudah gugup. Sedangkan  suara bising dan hiruk pikuk menyulitkan orang berpikir dengan jernih. 
Tuhan pun tidak  mau dijumpai manusia dalam suasana gegap gempita. Itu sebabnya ketika Nabi Elia disuruh Tuhan menemui-Nya, mula-mula Elia mencari Tuhan di tengah ”angin badai yang membelah gunung dan memecahkan bukit batu” Tetapi Tuhan tidak ada di sana. Elia kemudian mencari Tuhan di dalam gempa, tetapi Tuhan tidak ada. Lalu Elia mencari Tuhan di dalam api, di situ pun  tidak ada Tuhan.  Kemudian, ”datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa”, ternyata di situlah Tuhan ( I Raja-Raja 19 : 9-18).  Itu berarti bahwa Tuhan dapat dijumpai oleh hati manusia yang tenang dan teduh dalam suasana yang hening dan halus.  Pemazmur juga telah mencari Tuhan dan Tuhan datang menemui pemazmur bukan dalam suasana gegap gempita. Tuhan datang menemui pemazmur tatkala hidupnya merana dalam keterasingan. Ia ingin menyampaikan perkataan Tuhan melalui  mazmurnya di hadapan raja dengan berpura-pura tidak waras pikirannya, tetapi Abimelekh mengusirnya pergi dari istana.  Lalu dalam kesunyiannya pemazmur berkata, ”Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” (Mazmur 34:5 ). 
Kita beribadah untuk ”bertatap muka” dengan Tuhan dan mendengar suara-Nya. Tetapi kita sulit mendengar suara bisikan Tuhan, kalau kita  ribut berbicara sendiri. Seringkali juga tidak disadari  kebaktian terlalu dipadati dengan bunyi dan suara. Hampir tidak ada saat untuk hening. Kadang pemandu lagu dalam ibadah bernyanyi bak seorang artis yang sedang show, sehingga suara nyanyian jemaat hilang tak terdengar. Kadang alat  musik terlalu nyaring dan bising hingga kekusukan ibadah menjadi kabur dan kosentrasi menjadi buyar. Bagaimana agar jiwa kita bertemu dengan kuasa Tuhan? Maka carilah Tuhan dalam keheningan dan ketenangan. Rasul Petrus berkata dalam ( I Petrus 4 : 7b ), ”Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa”.

BILA  ANDA MERASA TERBERKATI DENGAN TULISAN INI, BERI KOMENTAR DAN KATAKAN AMIN...

( Pdt. Dermawisata  J. Baen, M.Th )


Artikel Terkait:

DENGAN MEMBERIKAN KOMENTAR UNTUK SETIAP ARTIKEL YANG KAMI TAYANGKAN, BERARTI ANDA IKUT BERPARTISIPASI DALAM MEMBANGUN PELAYANAN BAGI JEMAAT, KHUSUSNYA DI JEMAAT GKE BUNTOK

0 Response to "Mencari Tuhan? Bagaimana caranya?"

Post a Comment