Ayoo Berpartisipasi

berpartisipasi menyampaikan artikel / tulisan atau menjadi kontributor Konten di blog ini?
Kirimkan artikel/konten/tulisan anda ke bphgkebuntok@yahoo.co.id
lewat yahoo atau Gmail

Baca : Cara Kirim Artikel
Privasi email yang anda kirimkan 100% dilindungi oleh BPH MJGKE Buntok

MENGIJINKAN ALLAH MENGATUR HIDUP KITA (Kisah Rasul 18:18-23)

Pdt. Dermawisata J.Baen, M.Th
Saat masih kecil, kita sering diajarkan oleh orang tua supaya menggantungkan cita-cita setinggi langit. Tujuannya adalah agar kita memiliki tekad dan semangat yang jauh ke depan dalam rangka mewujudkan cita-cita itu.  Namun pernahkah kita pikir, untuk apa cita-cita kita tersebut? Hampir semua cita-cita yang kita canangkan hanya berdasarkan keinginan kita atau orang tua kita semata, agar kita dapat meraih prestise, harga diri, gengsi, kehormatan atau nilai diri dan kesenangan. Tetapi berbeda dengan Paulus. Baginya segenap pekerjaan hanyalah untuk melakukan kehendak Allah dan menyelesaikan pekerjaan-Nya, bukan cita-citanya sendiri. Itu sebanya ketika Paulus di Efesus, banyak saudara seiman di sana memintanya untuk tinggal lebih lama lagi. Tetapi Paulus menolaknya mengatakan, “Aku akan kembali kepadamu, jika Allah menghendakinya” (ay.21).


Apakah Paulus adalah seorang anak Tuhan yang memiliki ukuran iman khusus melebihi manusia lainnya? Tentu saja tidak. Ia adalah model anak Tuhan yang normal, yaitu pengikut Kristus yang sejati. Oleh sebab itu dari kehidupan dan pelayanannya kita dapat meneladani hal-hal yang indah, bahwa Paulus ingin menunjukkan sikapnya terhadap Tuhan yang dilayaninya, yaitu tidak akan bertindak jika Tuhan tidak memerintahkannya. Ini adalah penyerahan hidup secara total kepada pengaturan Allah. Penyerahan diri secara total kepada pengaturan Allah, tidak sama dengan menyerah kalah dalam arti pesimistis. Penyerahan diri secara total kepada Allah berarti suatu kesadaran iman yang tinggi untuk tidak dengan sesuka hati mengatur diri kita sendiri, tetapi mengijinkan Allah mengatur diri kita. Kehidupan semacam ini menunjukkan kedewasaan rohani seseorang, karena ada kepercayaan dan kesadaran seperti yang diungkapkan Paulus dalam (Gal. 2:20),  “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku”. 


Artikel Terkait:

DENGAN MEMBERIKAN KOMENTAR UNTUK SETIAP ARTIKEL YANG KAMI TAYANGKAN, BERARTI ANDA IKUT BERPARTISIPASI DALAM MEMBANGUN PELAYANAN BAGI JEMAAT, KHUSUSNYA DI JEMAAT GKE BUNTOK

DI TANGAN TUHAN KESEDERHANAAN MENJADI KEKUATAN (Kisah Rasul 18:24-28)

Pdt. Dermawisata J.Baen, M.Th
Kadang kita mengabaikan sesuatu yang berharga pada diri orang lain hanya karena mengetahui latar belakang hidup orang itu dari kalangan sederhana.  Yesus juga ditolak orang Nazaret, karena mereka mengetahui Dia sehari-harinya adalah anak seorang tukang kayu. Tetapi mereka yang sederhana sering kali menjadi inspirasi bagi mereka yang “besar”. Charles Haddon Spurgeon (1850) justeru mengalami perjumpaan dengan Allah bukan oleh seorang pengkhotbah terkenal, melainkan setelah mendengar khotbah sederhana dari seorang hamba Tuhan di sebuah gedung gereja kecil. Spurgeon kemudian menjadi seorang hamba Tuhan yang luar biasa. Di daratan Belanda tahun 1860-an seorang intelektual bernama Abraham Kuyper, tertarik menjadi seorang pelayan Tuhan setelah ia melayani sebuah jemaat kecil yang sederhana.
Perikop pasal 18:24-28 memberikan kesaksian yang serupa, tentang sepasang suami-isteri Priskila dan Akwila yang berprofesi sebagai tukang tenda (Kis.18:3). Pasangan sederhana ini dipakai Tuhan untuk meluruskan jalan seorang terdidik bernama Apolos dari Aleksandria. Apolos adalah seorang yang fasih berbicara, teliti mengajar tentang Yesus, dan sangat mahir dalam soal-soal Kitab Suci, namun ia hanya mengetahui baptisan Yohanes. Tetapi setelah Priskila dan Akwila mendengarnya, mereka membawa Apolos ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya jalan Allah. Apolos kemudian oleh kasih karunia Allah menjadi seorang yang sangat berguna bagi orang-orang percaya.
Tuhan memakai mereka yang sangat sederhana untuk menuntun jiwa menuju terang Tuhan yang ajaib. Ketika berada di tangan Tuhan, yang sederhana menghasilkan perkara-perkara yang luar biasa dan ajaib. Paulus juga mengingatkan kita, “sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia. Dan yang lemah dari Allah, lebih kuat dari pada manusia…”. (1 Kor.1:25-29) Menurut ukuran manusia kata Paulus,  tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah.
Semua ini mengingatkan kita untuk tetap rendah hati di hadapan Allah yang perkasa. Semua ini mengingatkan kita untuk mejaga diri agar tetap memiliki jiwa yang sederhana di hadapan Allah. Di dalam segala kompleksitas kemajuan dan intelektualitas, kita harus ingat bahwa hanya Tuhan Allah yang memiliki segala-galanya.


Artikel Terkait:

DENGAN MEMBERIKAN KOMENTAR UNTUK SETIAP ARTIKEL YANG KAMI TAYANGKAN, BERARTI ANDA IKUT BERPARTISIPASI DALAM MEMBANGUN PELAYANAN BAGI JEMAAT, KHUSUSNYA DI JEMAAT GKE BUNTOK

ANAK TERANG DAN ANAK KEGELAPAN (Matius 13:24-30)

Pdt. Dermawisata J.Baen, M.Th
Perumpamaan lalang di antara gandum merupakan salah satu dari beberapa perumpamaan Yesus tentang hal Kerajaan Sorga. Pasal 13:24-30 menggambarkan tentang hal kerajaan sorga seumpama seorang menabur benih yang baik diladangnya. Tetapi ternyata yang tumbuh bukan hanya gandum tetapi juga ada lalang (gulma). Si hamba kemudian bermaksud untuk  mencabut lalang dari antara gandum itu, tetapi si empunya ladang tidak mengizinkannya. Mencabut lalang di antara gandum dapat mengakibatkan gandum ikut tercabut, karena rupa lalang dengan gandum di wilayah Palestina sangat mirip dan sulit untuk dibedakan.  Karena itu, satu-satunya cara untuk mebedakannya hanyalah dengan melihat dari buahnya. Perumpamaan ini memperlihatkan bahwa :
1. Kerajaan Allah sesungguhnya telah dimulai sejak di dalam dunia ini. Kerajaan Allah berada dalam diri setiap orang percaya dan bertumbuh di dalam setiap hati dan pemikiran kita oleh firman-Nya. Namun didalam pertumbuhan itu, maka suatu kenyataan bahwa kita pun harus dapat bertumbuh bersama-sama dengan   anak-anak kegelapan. Kita tidak bisa membersihkan dunia ini sepenuhnya dari kejahatan. Dan kita juga tidak bisa melarang setiap orang  untuk tidak berbuat kejahatan. Tetapi di dalamnya kita pun sebagai gandum-gandum Allah, juga harus dapat bertumbuh.  Itu sebabnya yang menjadi penekan di sini bukan pada bagaimana mencabut lalang, tetapi bagaimana supaya setiap gandum itu tetap berbuah. Biarkanlah anak-anak kegelapan itu berada di sekitar kita, tetapi anak-anak terang harus tetap selalu berbuah. Dengan berbuah maka gandum itu pasti akan dapat dibedakan dari lalang. Tuhan Yesus juga mengajarkan perumpamaan lain dalam (Mat.12:33) bahwa ,”Pohon dikenal dari buahnya. Karena itu orang percaya harus berbuah untuk menunjukkan bahwa ia bukan anak kegelapan tetapi ia adalah anak terang.

2. Perumpamaan ini juga memperlihatkan kepada kita bahwa pemisahan antara yang jahat dan yang baik hendaknya tidak dilakaukan oleh sesama manusia, karena penghakiman hanya berhak dilakukan oleh Allah sendiri pada masa akhir zaman (Mzm.50:6).  Itu sebabnya, pekerja di ladang tidak diperkenankan  untuk memisahkan  lalang dari antara  gandum, agar gandum tidak turut tercabut.   Artinya penghakiman yang dibuat manusia sendiri tidak objektif karena dipengaruhi oleh berbagai kepentingan tertentu di dalamnya, sehingga akibatnya banyak merugikan orang-orang yang berusaha hidup benar.  Larangan si empunya ladang untuk mencabut lalang diantara gandum, juga menunjukkan bahwa sebagai sesama hamba, agar tidak saling menghakimi. Tetapi kalau pun harus menghakimi karena tugas dan jabatan yang  dipercayakan untuk itu, maka penghakiman hendaknya mengacu kepada kejujuran, keadilan dan takut akan Tuhan.  


Artikel Terkait:

DENGAN MEMBERIKAN KOMENTAR UNTUK SETIAP ARTIKEL YANG KAMI TAYANGKAN, BERARTI ANDA IKUT BERPARTISIPASI DALAM MEMBANGUN PELAYANAN BAGI JEMAAT, KHUSUSNYA DI JEMAAT GKE BUNTOK

MENGHORMATI ALLAH DENGAN SEGENAP HIDUP KITA (Kisah Rasul 12:20-23)


Aristoteles Onasis, adalah seorang terkaya di dunia di zamannya. Ia memiliki segala-galanya, namun di akhir hidupnya Onasis sangat menderita. Saat ia meninggal dunia, seorang sahabatnya menangis di hadapan jenajah Onasis sambil berkata, “Engkau telah mengajarkan banyak hal padaku untuk menaklukkan dunia ini, tetapi sayang engkau lupa bahwa engkau bukan Tuhan”.
Saat orang dibutakan oleh kekayaan dan kekuasaan, maka kadang sulit baginya untuk dapat menghormati apa yang menjadi hak orang lain. Kisah kematian Herodes oleh ditampar malaikat Tuhan, memperlihatkan bahwa kekuasaan dan kekayaan telah membuatnya lupa bahwa ia bukanlah Allah meski rakyatnya menganggap suaranya adalah suara Allah (ay.22). Meski kekuasaanya yang begitu luas mencakup wilayah Yudea, Samaria dan hingga di beberapa bagian Galilea, namun Herodes masih merasa terancam dengan perkembangan agama Kristen saat itu. Ia membunuh Yakobus dan memenjarakan Petrus. Tetapi Tuhan tidak meninggalkan setiap orang yang berjuang demi nama-Nya. Penghambatan justeru semakin membuat berita Injil Yesus Kristus semakin tersebar di seluruh penjuru dunia.
Banyak peristiwa terjadi di sekitar kisah pekabaran Injil di zaman para rasul yang membuktikan kuasa Tuhan menyertai pekerjaan mulia itu, diantaranya terlepasnya Petrus dari penjara oleh malaikat Tuhan dan matinya Herodes dengan cara yang tragis ditampar malaikat Tuhan. Kematian Herodes dicatat dalam Kisah Rasul untuk menjadi peringatan tentang mereka yang tidak menghormati Allah. Mereka yang hidup dengan tidak menghormati Allah akan hancur dan binasa, sebaliknya mereka yang hidup dengan menghormati Allah akan bahagia dan selamat. Herodes hidup dalam keyakinannya bahwa tidak ada kuasa yang melebihi kekuasaanya, namun ia lupa bahwa ia hanyalah manusia biasa dan bukan Tuhan.
Selain itu kematian Herodes menjadi pengalaman iman tentang kuasa Allah yang tidak dapat dihalangi oleh siapa pun juga, termasuk orang yang sangat berkuasa sekali pun. Karena itu, marilah kita menghormati Allah bukan hanya saat kita datang kepada-Nya dalam ritual ibadah, namun tetap menghormati-Nya dalam seluruh kata dan perbuatan bahkan segenap aktifitas kehidupan kita sehari-hari.


Artikel Terkait:

DENGAN MEMBERIKAN KOMENTAR UNTUK SETIAP ARTIKEL YANG KAMI TAYANGKAN, BERARTI ANDA IKUT BERPARTISIPASI DALAM MEMBANGUN PELAYANAN BAGI JEMAAT, KHUSUSNYA DI JEMAAT GKE BUNTOK

Tantangan Pekabaran Injil (Kis. Rasul 12 : 24 - 13:3)

Perikop ini mengisahkan tentang pekabaran Injil dan tantangannya pada zaman para Rasul. Atas petunjuk Roh Kudus, dipilihlah Barnabas dan Saulus melaksanakan pekabaran Injil hingga wilayah pulau Siprus. Pengutusan Barnabas dan Saulus merupakan awal gerakan pekabaran Injil yang menjangkau wilayah yang cukup jauh di waktu itu. Menjadi utusan pemberitaan Injil berarti menyampaikan Kabar Baik sesuai dengan visi dan misi si pengutus yakni Yesus Kristus. Tetapi meskipun Injil Kabar Baik disampaikan tanpa paksaan, namun dalam perjalanannya selalu ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menghambat pekerjaan itu seperti yang dilakukan Baryesus si tukang sihir. Dia berupaya untuk menghalang-halangi Gubernur Siprus dan orang lain yang ingin mendengarkan berita Injil Yesus Kristus yang dibawa oleh Saulus dan Barnabas (8). Tetapi Saulus yang penuh Roh Kudus mengutuk situkang sihir itu sehingga matanya menjadi buta oleh kuasa Tuhan. Peristiwa ini semakin menyakinkan Sergius Paulus, Gubernur Siprus untuk percaya kepada Yesus Kristus ( 11-12).
Belajar dari pengalaman pemberitaan Injil dan tantangannya yang dialami Saulus dan Barnabas di pulau Siprus, memperlihatkan bahwa mujizat dan kuasa Tuhan akan menyertai setiap pekerjaan hamba-Nya, asalkan kita berani, tegas dan konsisten dalam menentang ketidak-benaran, menentang perbuatan dosa, dan ketidak-adilan.  Saulus dan Barnabas telah membuktikan kepada Gubernur Siprus, bahwa Allah menyertai pekerjaan mereka yang benar. Sergius Paulus Gubernur Siprus  menjadi percaya, tetapi Baryesus si tukang sihir menjadi buta karena ia menentang jalan Tuhan. Menghalng-halangi berita Injil, sama saja dengan menghalang-halangi kekuatan Tuhan sendiri. Dalam kehidupan kita sekarang ini, upaya “menghalang-halangi” Injil Tuhan  seperti yang dibuat Baryesus mungkin saja di sana sini masih terjadi. Namun yang perlu diwaspadai juga adalah tantangan yang datang dari dalam anggota pengikut Kristus itu sendiri. Ketika seorang Kristen tidak menunjukkan keselarasan antara iman dan perbuatannya, maka sikap hidup semacam ini secara tidak langsung menjadi “penghalang” bagi orang lain untuk semakin diteguhkan oleh Injil Yesus Kristus. Keberanian Saulus dan Barnabas dalam memberitakan Injil, juga kiranya tetap menjadi penyemangat tugas pemberitaan Injil kita di masa kini. Demikian juga konsistensi kita terhadap keadilan, perlawanan terhadap dosa dan ketidak benaran akan turut membuktikan kepada masyarakat di sekitar kita bahwa Injil Yesus Kristus yang kita percayai itu adalah sungguh benar dan berkuasa.


Artikel Terkait:

DENGAN MEMBERIKAN KOMENTAR UNTUK SETIAP ARTIKEL YANG KAMI TAYANGKAN, BERARTI ANDA IKUT BERPARTISIPASI DALAM MEMBANGUN PELAYANAN BAGI JEMAAT, KHUSUSNYA DI JEMAAT GKE BUNTOK